Saturday, January 26, 2008

" London "

Lautan lampu tampak begitu indah terlihat dari puncak Sanggung. Gombel di atas sana dan Tanjung Mas di bawah sana. Aku duduk diam menikmati guyuran purnama di atas bebatuan, sembari juga menikmati wajahmu yang penuh ekspresif berusaha meyakinkan aku untuk tidak terpuruk terlalu dalam. Sudah puas tadi kupukuli pundakmu melampiaskan segala kecewaku atas kenyataan. Kau hanya tertunduk memohon beribu maaf. Lalu memelukku erat setelah melihat genangan bening di sudut mataku. Kecupan lembutmu sejenak menenangkan gemuruh di hatiku.
Alunan cerita mengalir dari mulutmu, tentang semua mimpiku, semua cintaku, semua harapmu, semua sayangmu. Kusimak sungguh-sungguh. Ada sebuah negeri antah berantah, seorang putri, seorang pangeran, seorang biasa, dan rembulan di tiap purnama, katamu. Seperti sebuah cerita dongeng pada umumnya lalu sedikit menggelitik hatiku. Sebuah teori gombalisme atau keinginan tulus membesarkan hatiku yang ciut. Yang jelas dongengmu itu akhirnya bisa membuatku tertawa, menertawakan segala kebodohan yang kita buat, kebodohan yang punya arti di secuil hidupku juga hidupmu.

Kau raih pinggangku lalu kita berdiri masih di atas bebatuan. Telunjuk kananmu menuding jauh ke lautan lampu di ujung sana. Entah tepat atau tidak, "London ada jauh di balik sana, harapan - harapanmu juga ada jauh di balik sana, sejauh jalan yang akan kamu tapaki nanti. Masih banyak yang harus kamu raih, in. Teruslah berjalan, aku percaya suatu saat nanti semua mimpimu akan terwujud." Kupandangi pijar - pijar di matamu. Ku peluk tubuhmu lebih erat dari pelukanmu sore tadi. Pohon kering dan satu - satunya di puncak Sanggung seakan menjadi saksi bisu pertemuan terakhir kita malam ini. Entah bisa atau tidak. Londonku memang masih jauh, mimpiku juga masih jauh, jalanku juga masih begitu jauh. Entah terhitung atau tidak, purnama punyamu juga sudah terlewati untuk kesekian kalinya, wie'..

No comments: